Minggu, 17 Januari 2010

Kehidupan Masyarakat Cepu

Kilang Minyak Cepu



Cukup mengherankan melihat kenyataan bahwa masyarakat penduduk Blora, Jawa Tengah banyak yang tidak tahu soal hiruk pikuk Blok Cepu. Walaupun, di setiap sudut kota ada bermacam spanduk-spanduk yang bertuliskan soal Blok Cepu dari lintas kelompok masyarakat dan pemerintah daerah. Sepertinya bagi masyarakat lapisan bawah, semua itu adalah urusan para pejabat-pejabat pemerintahan yang dalam pengelolaan Blok Cepu tidak pernah melibatkan rakyat kecil.

Lebih mengherankan lagi saat produksi migas Blok Cepu akan segera dimulai, rakyatnya masih belum tahu akan hak-haknya soal informasi mengenai kebijakan-kebijakan pemerintah terkait akan rencana eksploitasi Blok Cepu tersebut.

Seperti sudah menjadi hukum alam di negri kita, dalam hal Eksploitasi Sumber Daya Alam, di mana pun apa pun dan apapun bentuknya, pasti akan menimbulkan 2 dampak utama bagi masyarakatnya. Dampaknya bisa positif atau bahkan negatif. Dampak positifnya adalah meningkatnya pendapatan pemerintah setempat dari Sumber Daya Alam yang dieksploitasi. Sebagai contoh Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur yang menjadi daerah kaya karena eksploitasi batu bara. Hal yang sama terjadi di Provinsi Riau yang kaya minyak.

Sementara itu, dampak negatifnya adalah tidak termanfaatkannya pendapatan dari eksploitasi SDA secara baik. Akibatnya, kemiskinan tidak justru membaik, tetapi sebaliknya malah meningkat. Korupsi sudah menjadi tradisi yang pastinya terjadi di mana- mana. Pembangunan fasilitas dan gedung-gedung tinggi digalakkan, tetapi perekonomia masyarakat tidak ditingkatkan. Pada akhirnya, Sumber Daya alam yang seharunya menjadi berkah bagi rakyat, justru sebaliknya yang terjadi.

Hal-hal negative seperti ini terjadi di mana-mana, seperti di Papua misalnya. Aneh kalau daerah yang dikatakan sebagai daerah kaya emas dan nikel di kawasan timur Indonesia itu, penduduknya sangat miskin. Begitu juga dengan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Meski daerah ini memiliki kandungan migas yang banyak, penduduknya justru terjebak dalam kubangan kemiskinan.

Atau daerah yang mempunyai APBD senilai Rp 5,5 triliun, Kutai Kartanegara dimana angka itu setara dengan APBD Provinsi Jawa Tengah dengan hanya berpenduduk setengah juta jiwa. Namun, karena pendapatan dari eksploitasi ini tidak dikelola dengan baik, maka yang terjadi juga bukan berkah. Bupatinya justru menjadi pesakitan dalam kasus korupsi, rumah-rumah jelek di pinggiran Sungai Mahakam juga masih sangat mudah dijumpai.

Melihat kondisi kenyataan ini, hal yang sama juga sangat berpotensi untuk terjadi di Blora dan Bojonegoro, sebagai salah satu daerah eksploitasi Blok Cepu, dimana yang pendapatan per kapitanya masyarakat Blora saat ini hanya Rp 3,5 juta, sebetulnya masih memiliki harapan menikmati kehidupan yang lebih baik dengan potensi migas di Blok Cepu. Akan tetapi, bisa jadi Blora justru tidak bisa meningkatkan posisinya dari peringkat terbawah kemiskinan di Jawa Tengah, jika pengelolaan dana bagi hasil (DBH) migas tidak bisa dilakukan dengan baik.

0 komentar: