Minggu, 17 Januari 2010

Putusan ICC, Pertamina Harus Bayar US$34,4 Jt
Makarius Paru



(inilah.com /Dokumen)

INILAH.COM, Jakarta - Putusan pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak permohonan pembatalan putusan International Chamber of Commerce (ICC) di Paris. Akibatnya Pertamina melalui PT Pertamina EP tetap harus membayar ganti rugi sebanyak US$ 34,4 juta ke PT Lirik Petroleum.

PR Manager PT Pertamina EP Mochamad Harun melalui siaran pers yang diterima wartawan menjelaskan Perseroan sangat menyesalkan keputusan kontroversial PN Jakarta Selatan yang menyatakan bahwa keputusan arbitrase Lirik Petroleum terhadap Pertamina merupakan keputusan arbitrase international. "Keputusan ini sangat menodai rasa keadilan dan bertentangan dengan keputusan sela yang sebelumnya telah dikeluarkan PN Jakarta Pusat tanggal 23 Juli 2009, yang menolak semua eksepsi Lirik Petroleum,"jelasnya melalui siaran pers yang diterima INILAH.COM, Jakarta, Jumat (4/9).

Lanjutnya, dengan penolakan tersebut seharusnya otomatis keputusan tersebut merupakan keputusan domestik, tetapi kita lihat bersama hari ini PN Jakarta Pusat mengeluarkan keputusan yang bertentangan dengan putusan sela yang telah dikeluarkan. Pertamina akan menempuh upaya hukum selanjutnya yakni langkah kasasi terhadap keputusan tersebut.

Sebelumnya, Pertamina meminta PN Jakarta Pusat membatalkan putusan ICC. Alasannya, putusan itu telah menghilangkan kewenangan Pertamina sebagai satu-satunya kuasa pemegang pertambangan migas. Ini bertentangan dengan pasal 33 UUD 1945 dan UU No 8 tahun 1971.

Tetapi, majelis hakim mementahkan dalil pembatalan yang diajukan Pertamina. Hakim berpendapat, pasal 33 UUD 1945 itu mengatur kewenangan Pemerintah yang merupakan kebijakan bersifat publik.

Selama proses persidangan hingga putusan Majelis Arbitrase, Pertamina telah merasakan adanya upaya rekayasa karena semua pertimbangan-pertimbangan Pertamina yang didasarkan atas UUD 1945 Pasal 33 Ayat 2 dan 3, dan UU Pertamina No. 8/1971 sangat tidak diindahkan, bahkan pihak Majelis memutuskan melampaui kewenangannya (ultra vires). Keputusan yang sangat tidak adil, sangat memihak dan kontroversial ini adalah putusan Majelis

yang menetapkan perhitungan kerugian atas potensi kehilangan keuntungan (loss of profit) PT Lirik Petroleum sejak 12 September 1995 hingga 27 Maret 2006 atau melebihi apa yang dituntut PT Lirik Petroleum yang menuntut loss of profit sejak 1997.

Disamping itu Majelis Arbitrase juga memutuskan melampaui tuntutan PT Lirik Petroleum untuk hilangnya keuntungan akibat pipa buntu mulai 21 Desember 1998 hingga 27 Maret 2006, padahal tuntutan PT Lirik Petroleum untuk pipa buntu pada periode 21 Desember 1998 hingga akhir September 1999. Fakta ini jelas dan sangat gamblang merupakan upaya konstruktif untuk mengambil kekayaan negara yang ada di Pertamina. Inilah perilaku tidak adil yang kini diperjuangkan Pertamina untuk meminta keadilan kepada lembaga peradilan di tanah air.

Hal lain yang mendukung fakta keberpihakan Majelis Arbitrase kepada PT Lirik Petroleum adalah adanya konflik kepentingan pihak pembela/penasehat hukum PT Lirik Petroleum saat ini yang sekaligus merupakan pembela atau penasehat hukum Majelis Arbitrase.

Menurut catatan Pertamina Majelis juga tidak pernah melakukan upaya untuk mencegah konflik kepentingan ini. Semua fakta-fakta ini merupakan bukti keberpihakan Majelis dan Pertamina mengganggap putusan Majelis Arbitrase telah bias, sarat muatan kepentingan, tidak adil dan tidak menjamin kepastian hukum. Oleh karena itu Pertamina menolak keputusan ini dan akan meminta keadilan kepada lembaga peradilan sebagai upaya menyelamatkan kekayaan negara. [hid]

0 komentar: